SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM [BAGIAN 1]
Oleh: Rendra Fahrurrozie, S.Pd., M.E.
Dosen Ekonomi Syariah STAI Sirojul Falah Bogor
Pendahuluan
Sejarah pemikiran ekonomi Islam memberikan pandangan yang sangat berharga tentang mengenai prinsip-prinsip Islam telah diterapkan dalam pengelolaan ekonomi dari masa Rasulullah SAW hingga era modern. Dalam perjalanan panjangnya, ekonomi Islam telah menunjukkan mengenai nilai-nilai seperti keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan diterapkan untuk mengatasi berbagai tantangan sosial dan ekonomi. Dengan menggali kontribusi cendekiawan Muslim, memahami tantangan yang pernah dihadapi, dan mengeksplorasi peluang masa depan, kita dapat melihat mengenai ekonomi Islam terus relevan sebagai solusi bagi kebutuhan masyarakat global saat ini.
Tulisan ini mengacu pada kajian yang disusun oleh para ahli di bidang ekonomi Islam yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang perkembangan konsep ekonomi Syariah Islam. Melalui pembahasan sejarahnya, terlihat dan muncul ide-ide ekonomi yang berdasarkan syariah agar mampu menjadi landasan untuk pengembangan sistem ekonomi yang adil dan terbuka (inklusif).
Urgensi Mempelajari Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Studi sejarah pemikiran ekonomi Islam bertujuan untuk menggali khazanah intelektual Islam yang kaya, khususnya dari masa keemasan Islam hingga era modern. Tulisan ini menjelaskan bahwa pemahaman sejarah ekonomi tidak hanya membantu dalam mengenali kontribusi pemikir Muslim tetapi juga menghubungkan warisan tersebut dengan tantangan ekonomi kontemporer. Para cendekiawan Muslim, seperti Abu Yusuf dan Ibn Khaldun, memberikan landasan intelektual yang penting bagi ekonomi Islam dengan mengintegrasikan nilai-nilai syariah dalam kebijakan ekonomi mereka.
Latar Belakang Historis: Islamic Golden Ages vs. Dark Ages
Masa keemasan Islam (700–1200 M) adalah periode ketika dunia Islam memimpin dalam ilmu pengetahuan, seni, dan ekonomi. Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad memainkan peran sentral dengan mendirikan Baitul Hikmah sebagai pusat studi ilmu pengetahuan. Ilmuwan Muslim tidak hanya menerjemahkan karya-karya Yunani, tetapi juga mengembangkan pendekatan baru yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Kontribusi mereka melampaui filsafat Yunani dan memberikan dasar untuk ilmu ekonomi modern, termasuk teori pasar, moneter, dan kebijakan publik.
Sebaliknya, Eropa pada periode yang sama mengalami “Dark Ages,” yang ditandai dengan kemunduran ilmu pengetahuan dan dominasi sistem feodal. Namun, dunia Islam berhasil mempertahankan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian ditransmisikan ke Eropa melalui interaksi lintas budaya di Andalusia.

Kesenjangan Besar dalam Sejarah Ekonomi
Konsep “Great Gap” diperkenalkan oleh Joseph Schumpeter untuk menggambarkan adanya kekosongan intelektual antara periode Yunani Kuno dan era Skolastik di Eropa. Menurut pandangan ini, tidak ada perkembangan signifikan dalam analisis atau pemikiran ekonomi selama periode tersebut. Schumpeter berpendapat bahwa pemikiran ekonomi baru mulai berkembang kembali di Eropa pada abad ke-13 dengan munculnya filsafat Skolastik yang dipelopori oleh tokoh seperti St. Thomas Aquinas.
Namun, pandangan ini mengabaikan kenyataan bahwa selama periode yang disebut “kekosongan” oleh Schumpeter, dunia Islam justru mengalami kemajuan besar. Dalam rentang waktu ini, cendekiawan Muslim menjadi pelopor di berbagai bidang, termasuk ekonomi. Mereka menciptakan teori, konsep, dan praktik yang sangat memengaruhi pemikiran ekonomi modern. Para ilmuwan Muslim, seperti Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Abu Yusuf, tidak hanya mengembangkan pemikiran ekonomi berbasis syariah tetapi juga memberikan solusi aplikatif terhadap berbagai tantangan ekonomi di masa mereka.
Kontribusi Dunia Islam yang Terabaikan
Cendekiawan Muslim pada periode ini memberikan kontribusi besar, tetapi sering kali diabaikan dalam narasi sejarah ekonomi Barat. Pemikiran ekonomi mereka melampaui tradisi Yunani, dengan mengintegrasikan nilai-nilai etis dan norma-norma syariah dalam analisis mereka. Misalnya, Ibn Khaldun memperkenalkan teori siklus ekonomi dan peran pemerintah dalam pembangunan, sedangkan Al-Ghazali menekankan pentingnya keadilan sosial dalam transaksi ekonomi.
Schumpeter sendiri mengakui bahwa selama periode tersebut, dunia Timur, termasuk peradaban Islam, memegang dominasi politik dan budaya. Namun, ia menganggap kontribusi intelektual mereka, terutama dalam bidang ekonomi, tidak signifikan karena minimnya pengakuan dalam literatur Barat. Pendapat ini, menurut buku, tidak hanya tidak adil tetapi juga mengabaikan fakta-fakta historis. Dunia Islam saat itu tidak hanya mempertahankan ilmu pengetahuan Yunani tetapi juga mengembangkannya dengan pendekatan baru yang lebih relevan untuk masyarakat multietnis dan multikultural (hal. 9-10).

Pemikiran Ekonomi Islam di Tengah “Great Gap”
Dalam konteks pemikiran ekonomi, dunia Islam menjadi pusat inovasi intelektual. Mereka mengembangkan konsep seperti larangan riba, sistem zakat untuk redistribusi kekayaan, pengelolaan Baitul Mal, dan konsep pasar yang berkeadilan. Selain itu, para ulama juga menciptakan kerangka hukum ekonomi yang fleksibel melalui metode ijtihad dan qiyas, sehingga mampu menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat yang dinamis.
Sebagai contoh, pemikiran Abu Yusuf tentang pajak dan keuangan negara sangat relevan dengan kebijakan fiskal modern. Ibn Khaldun, dalam Muqaddimah, juga memberikan wawasan yang tajam tentang dinamika ekonomi, termasuk mengenai kebijakan pemerintah memengaruhi pertumbuhan dan kemunduran ekonomi suatu masyarakat (hal. 8).
Kontribusi ini bukan hanya menjadi dasar bagi ilmu ekonomi Islam tetapi juga memberikan pengaruh signifikan pada pemikiran ekonomi global. Dengan memahami warisan intelektual ini, kita dapat mengintegrasikan nilai-nilai moral dan etika dalam membangun sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan di era modern.
Kontribusi Pemikir Muslim dalam Ekonomi
1. Al-Ghazali: Etika Bisnis dan Keadilan Sosial
Al-Ghazali (1058–1111 M) adalah salah satu cendekiawan Muslim terkemuka yang memberikan perhatian besar pada aspek moral dan etika dalam ekonomi. Dalam karyanya yang monumental, Ihya Ulum al-Din, Al-Ghazali membahas pentingnya integritas dalam bisnis, keadilan dalam perdagangan, dan larangan praktik ekonomi yang merugikan orang lain.
Al-Ghazali menggambarkan fungsi uang sebagai alat pertukaran yang seharusnya memudahkan transaksi, bukan menjadi alat untuk menimbun kekayaan atau merugikan orang lain melalui praktik riba. Al-Ghazali juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Dalam ekonomi, ia menekankan bahwa kegiatan bisnis harus dilandasi oleh niat baik, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.
Selain itu, Al-Ghazali mengkritik perilaku yang tidak etis seperti penimbunan barang, manipulasi harga, dan eksploitasi pihak lemah dalam perdagangan. Pandangannya ini mencerminkan kesadaran bahwa ekonomi bukan hanya soal keuntungan material, tetapi juga alat untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
2. Ibn Khaldun: Teori Siklus Ekonomi dan Analisis Sosial-Ekonomi
Ibn Khaldun (1332–1406 M) dikenal sebagai pelopor sosiologi dan ekonomi modern. Dalam Muqaddimah, ia mengembangkan teori siklus ekonomi yang menjelaskan dinamika naik-turunnya suatu peradaban. Menurutnya, ekonomi suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, tingkat produksi, dan interaksi antarindividu dalam sistem sosial.
Ibn Khaldun menekankan pentingnya keadilan dalam kebijakan ekonomi. Ibn Khaldun percaya bahwa kezaliman, seperti pajak yang terlalu tinggi atau penyalahgunaan kekuasaan, dapat menyebabkan kemunduran ekonomi. Sebaliknya, kebijakan yang mendukung keadilan dan memfasilitasi perdagangan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Ibn Khaldun menggambarkan pentingnya spesialisasi dalam produksi sebagai cara untuk meningkatkan efisiensi ekonomi. Ibn Khaldun juga membahas dampak perubahan demografi dan sumber daya alam terhadap dinamika pasar. Pandangannya tidak hanya memberikan wawasan tentang ekonomi masa lalu tetapi juga relevan dengan analisis ekonomi modern.
3. Al-Farabi: Pemerintahan dan Kesejahteraan Ekonomi
Al-Farabi (872–950 M) adalah seorang filsuf yang memadukan pemikiran Plato dan nilai-nilai Islam dalam membahas sistem pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat. Al-Farabi menggambarkan negara ideal sebagai entitas yang berfungsi seperti keluarga, di mana setiap anggota memiliki peran yang saling mendukung untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Dalam konteks ekonomi, Al-Farabi menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil untuk menjaga stabilitas sosial. Al-Farabi percaya bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. Pemikirannya ini menunjukkan mengenai sistem politik yang baik dapat memengaruhi kesejahteraan ekonomi.
Pemikiran para cendekiawan Muslim ini tidak hanya menjadi landasan penting dalam ekonomi Islam tetapi juga relevan dengan tantangan ekonomi modern. Konsep-konsep seperti keadilan dalam perdagangan, peran pemerintah dalam mendukung perekonomian, dan etika bisnis dapat menjadi solusi untuk isu-isu seperti ketimpangan ekonomi, eksploitasi pasar, dan krisis moral dalam bisnis global.

Transmisi Pengetahuan di Abad Pertengahan
Pada abad ke-11 dan 12, dunia Islam memainkan peran sentral dalam mentransmisikan pengetahuan ke Eropa. Proses ini tidak hanya mencakup ilmu pengetahuan alam, filsafat, dan teknologi, tetapi juga pemikiran ekonomi. Selama periode ini, pusat-pusat intelektual dunia Islam seperti Baghdad, Kairo, dan Córdoba menjadi pusat ilmu pengetahuan yang menarik perhatian para sarjana dari berbagai belahan dunia.
Peran Andalusia sebagai Jembatan Pengetahuan
Andalusia, atau Spanyol Islam, menjadi pintu gerbang utama dalam proses transmisi pengetahuan dari dunia Islam ke Eropa. Sarjana-sarjana Muslim di wilayah ini, seperti Ibn Rushd (Averroes) dan Ibn Sina (Avicenna), menghasilkan karya-karya penting yang tidak hanya berisi terjemahan teks Yunani kuno tetapi juga pengembangan gagasan baru yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Karya-karya mereka kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh para ilmuwan Eropa di Toledo, Sevilla, dan Córdoba. Proses ini memungkinkan gagasan-gagasan ekonomi yang berkembang dalam tradisi Islam masuk ke dalam pemikiran Eropa. Para sarjana Muslim tidak hanya mempertahankan teks-teks klasik tetapi juga memberikan interpretasi baru yang mengintegrasikan prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan sosial dan keseimbangan dalam ekonomi (hal. 22-24).
Kontribusi Ilmuwan Muslim terhadap Ekonomi Global
Tokoh seperti Ibn Sina dan Al-Farabi memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk pemikiran ekonomi global. Ibn Sina, misalnya, memperkenalkan konsep-konsep ekonomi dasar seperti manajemen rumah tangga (ilm tadbir al-manzil), yang kemudian diadopsi dalam tradisi ekonomi Eropa. Pemikirannya tentang fungsi pasar dan nilai barang turut memperkaya analisis ekonomi pada masa itu.
Sementara itu, Al-Farabi mengembangkan gagasan tentang kesejahteraan masyarakat melalui peran negara yang adil dan efisien. Pemikirannya ini memengaruhi pandangan tentang peran pemerintah dalam ekonomi, yang kemudian menjadi bagian penting dari teori ekonomi Eropa pada era Renaisans.
Dampak pada Era Renaisans
Pengetahuan yang ditransmisikan dari dunia Islam menjadi fondasi bagi kebangkitan intelektual di Eropa selama Renaisans. Konsep-konsep ekonomi yang dipelajari dari ilmuwan Muslim, seperti mekanisme pasar, prinsip keadilan dalam perdagangan, dan etika bisnis, berkontribusi pada perkembangan pemikiran ekonomi di Eropa.
Transmisi ini juga menunjukkan bahwa ekonomi Islam tidak hanya berdampak pada masyarakat Muslim tetapi juga memiliki pengaruh lintas budaya yang signifikan. Gagasan-gagasan tersebut memberikan dasar bagi pemikiran ekonomi modern, sekaligus menunjukkan mengenai dunia Islam menjadi pelopor dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan selama Abad Pertengahan.
Proses transmisi pengetahuan dari dunia Islam ke Eropa merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah pemikiran ekonomi. Dengan mentransfer tidak hanya teks tetapi juga ide-ide inovatif, para ilmuwan Muslim membantu membentuk dasar intelektual bagi ilmu ekonomi modern. Andalusia berperan sebagai jembatan yang menghubungkan peradaban Islam dan Eropa, memungkinkan terciptanya dialog lintas budaya yang memperkaya tradisi intelektual dunia.
Kesimpulan
Sejarah pemikiran ekonomi Islam memberikan wawasan berharga tentang mengenai nilai-nilai Islam, seperti keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan, diterapkan dalam pengelolaan ekonomi sejak masa Rasulullah SAW hingga era modern. Melalui kontribusi cendekiawan Muslim seperti Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Al-Farabi, ekonomi Islam tidak hanya mengembangkan sistem ekonomi berbasis syariah tetapi juga menawarkan solusi aplikatif untuk tantangan sosial dan ekonomi yang relevan hingga saat ini.
Pada abad ke-11 dan 12, dunia Islam memainkan peran penting dalam transmisi pengetahuan ke Eropa melalui Andalusia, di mana gagasan-gagasan ekonomi Islam diterjemahkan dan diintegrasikan ke dalam pemikiran Eropa. Proses ini menjadi landasan bagi kebangkitan intelektual di Eropa selama Renaisans.
Konsep-konsep ekonomi Islam, seperti larangan riba, redistribusi kekayaan melalui zakat, dan peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi, memberikan pengaruh signifikan dalam membentuk pemikiran ekonomi global. Pandangan cendekiawan Muslim, yang berfokus pada integrasi etika dan nilai-nilai moral dalam ekonomi, masih relevan untuk menghadapi tantangan modern seperti ketimpangan ekonomi, krisis moral, dan kebutuhan akan keberlanjutan.
Melalui kajian sejarah ini, terlihat bahwa ekonomi Islam tidak hanya menjadi warisan intelektual umat Muslim tetapi juga memiliki kontribusi besar dalam perkembangan ilmu ekonomi secara universal. Memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip ini dapat menjadi landasan kuat untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan di masa depan.
Daftar Pustaka
Schumpeter, J. A. (1954). History of Economic Analysis. Taylor & Francis.
Abdul Qoyum, Asep Nurhalim, Fithriady, Martini Dwi Pusparini, Nurizal Ismail, Mohammad Haikal, & Khalifah Muhamad Ali. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia.
El-Ashker, A., & Wilson, R. (2006). Islamic Economics: A Short History. Brill.
Ghazanfar, S. M. (2003). Medieval Islamic Economic Thought: Filling the Great Gap in European Economics. Routledge.
Islahi, A. A. (2009). A Study of Muslim Economic Thinking. King Abdulaziz University Press.
Penerimaan Mahasiswa Baru – Prodi Ekonomi Syariah, hubungi:Mobile: wa.me/6285850060781